PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 01 TAHUN 2008
Tentang
PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Mengingat :
|
1.
Pasal
24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Reglemen
Indonesia yang diperbahrui (HIR) Staatsblad 1941 Nomor 44 dan Reglemen
Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg) Staatsblad 1927
Nomor 227;
3.
Undang-Undang
Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, Lembaran Negara Nomor 8 Tahun 2004;
4.
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, lembaran Negara Nomor 73 Tahun
1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,
Lembaran Negara Nomor 9 Tahun 2004 dan Tambahan Lembaran Negara No 4359 Tahun
2004;
5.
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, lembaran Negara Nomor 20 Tahun
1986, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Lembaran Negara Nomor 34 Tahun 2004;
6.
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, Lembaran Negara
Nomor 206 Tahun 2000.
7.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, Lembaran Negara Nomor 73 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2006, Lembaran Negara Nomor 22 Tahun 2006,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4611.
|
M E M U T U S K A N :
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini
yang dimaksud dengan:
|
Pasal 2
Ruang lingkup
dan Kekuatan Berlaku Perma
(1)
|
Peraturan Mahkamah
Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan proses berperkara
di Pengadilan.
|
(2)
|
Setiap hakim, mediator
dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi
yang diatur dalam Peraturan ini.
|
(3)
|
Tidak menempuh
prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan
batal demi hukum.
|
(4)
|
Hakim dalam
pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang
bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan
nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
|
Pasal 3
Biaya Pemanggilan Para
Pihak
(1)
|
Biaya pemanggilan para
pihak untuk menghadiri proses mediasi lebih dahulu dibebankan kepada pihak
penggugat melalui uang panjar biaya perkara.
|
(2)
|
Jika para pihak
berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan para pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditanggung
bersama atau sesuai kesepakatan para pihak.
|
(3)
|
Jika mediasi gagal
menghasilkan kesepakatan, biaya pemanggilan para pihak dalam proses mediasi
dibebankan kepada pihak yang oleh hakim dihukum membayar biaya perkara.
|
Pasal 4
Jenis Perkara Yang
Dimediasi
Kecuali perkara yang diselesaikan
melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial,
keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan
atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu
diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.
|
Pasal 5
Sertifikasi Mediator
(1)
|
Kecuali keadaan sebagaimana
dimaksud Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 11
ayat (6), setiap orang yang
menjalankan fungsi mediator pada asasnya wajib memiliki sertifikat mediator
yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga
yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.
|
(2)
|
Jika dalam wilayah
sebuah Pengadilan tidak ada hakim, advokat, akademisi hukum dan profesi bukan
hukum yang bersertifikat mediator,
hakim di lingkungan Pengadilan yang bersangkutan berwenang menjalankan fungsi
mediator.
|
(3)
|
Untuk memperoleh akreditasi, sebuah lembaga harus memenuhi syarat-syarat
berikut:
a.
mengajukan permohonan kepada Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia;
b.
memiliki instruktur atau pelatih yang memiliki
sertifikat telah mengikuti pendidikan atau pelatihan mediasi dan pendidikan
atau pelatihan sebagai instruktur untuk pendidikan atau pelatihan mediasi;
c.
sekurang-kurangnya telah dua kali melaksanakan
pelatihan mediasi bukan untuk mediator bersertifikat di pengadilan;
d.
memiliki kurikulum pendidikan atau pelatihan
mediasi di pengadilan yang disahkan
oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
|
Pasal 6
Sifat Proses Mediasi
Proses mediasi pada
asasnya tertutup kecuali para pihak menghendaki lain.
BAB II
Tahap Pra Mediasi
Pasal 7
Tahap Pra Mediasi
Pasal 7
Kewajiban Hakim
Pemeriksa Perkara dan Kuasa Hukum
(1)
|
Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak
untuk menempuh mediasi.
|
(2)
|
Ketidakhadiran pihak turut tergugat
tidak menghalangi pelaksanaan
mediasi.
|
(3)
|
Hakim, melalui kuasa
hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan
langsung atau aktif dalam proses mediasi.
|
(4)
|
Kuasa hukum para pihak
berkewajiban mendorong para pihak
sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.
|
(5)
|
Hakim wajib menunda
proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak
menempuh proses mediasi.
|
(6)
|
Hakim wajib
menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang
bersengketa.
|
Pasal 8
Hak Para Pihak Memilih
Mediator
(1)
|
Para pihak berhak
memilih mediator di antara
pilihan-pilihan berikut:
a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang
bersangkutan;
b. Advokat atau akademisi hukum;
c. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman
dalam pokok sengketa;
d. Hakim majelis pemeriksa perkara;
e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan
d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d.
|
(2)
|
Jika dalam sebuah
proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas
mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.
|
Pasal 9
Daftar Mediator
(1)
|
Untuk memudahkan para
pihak memilih mediator, Ketua
Pengadilan menyediakan daftar mediator
yang memuat sekurang-kurangnya 5 (lima) nama mediator dan disertai dengan
latarbelakang pendidikan atau pengalaman
para mediator.
|
(2)
|
Ketua pengadilan
menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar
mediator.
|
(3)
|
Jika dalam
wilayah pengadilan yang bersangkutan
tidak ada mediator yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilan yang
bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator.
|
(4)
|
Mediator bukan hakim yang bersertifikat dapat
mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar namanya ditempatkan dalam
daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan.
|
(5)
|
Setelah memeriksa dan
memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar
mediator.
|
(6)
|
Ketua Pengadilan
setiap tahun mengevaluasi dan
memperbarui daftar mediator.
|
(7)
|
Ketua Pengadilan
berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain, karena
mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan
pelanggaran atas pedoman perilaku.
|
Pasal 10
Honorarium Mediator
(1)
|
Penggunaan jasa
mediator hakim tidak dipungut biaya.
|
(2)
|
Uang jasa mediator bukan hakim ditanggung bersama oleh
para pihak atau berdasarkan kesepakatan para pihak.
|
Pasal 11
Batas Waktu Pemilihan
Mediator
(1)
|
Setelah para pihak
hadir pada hari sidang pertama, hakim
mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk
berunding guna memilih mediator
termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator
bukan hakim.
|
(2)
|
Para pihak segera
menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua majelis hakim.
|
(3)
|
Ketua majelis hakim
segera memberitahu mediator terpilih untuk melaksanakan tugas.
|
(4)
|
Jika setelah jangka
waktu maksimal sebagaimana dimaksud ayat (1) terpenuhi, para pihak tidak
dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka
memilih mediator kepada ketua majelis hakim.
|
(5)
|
Setelah menerima
pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis
hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang
bersertifikat pada pengadilan yang
sama untuk menjalankan fungsi mediator.
|
(6)
|
Jika pada pengadilan
yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat,
maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat yang ditunjuk
oleh ketua majelis hakim wajib menjalankan fungsi mediator.
|
Pasal 12
Menempuh Mediasi dengan
Iktikad Baik
(1)
|
Para pihak wajib
menempuh proses mediasi dengan iktikad baik.
|
(2)
|
Salah satu pihak dapat
menyatakan mundur dari proses mediasi
jika pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad tidak baik.
|
BAB III
Tahap-Tahap Proses Mediasi
Pasal 13
Penyerahan Resume
Perkara dan Lama Waktu Proses Mediasi
(1)
|
Dalam waktu paling
lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang
disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada
mediator.
|
(2)
|
Dalam waktu paling
lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator,
masing-masing pihak dapat menyerahkan resume
perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.
|
(3)
|
Proses mediasi
berlangsung paling lama 40 (empat puluh)
hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh
ketua majelis hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) dan (6).
|
(4)
|
Atas dasar kesepakatan
para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari sebagaimana
dimaksud dalam ayat 3.
|
(5)
|
Jangka waktu proses
mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara.
|
(6)
|
Jika diperlukan dan
atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh
dengan menggunakan alat komunikasi.
|
Pasal 14
Kewenangan Mediator
Menyatakan Mediasi Gagal
(1).
|
Mediator
berkewajiban menyatakan mediasi telah
gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua
kali berturut-turut tidak menghadiri
pertemuan mediasi sesuai jadwal
pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut
tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa
alasan setelah dipanggil secara patut.
|
(2)
|
Jika setelah proses
mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang
dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang
nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat
gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah
satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para
pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang
bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak
lengkap.
|
Pasal 15
Tugas-Tugas Mediator
(1)
|
Mediator wajib
mempersiapkan usulan jadwal pertemuan
mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
|
(2)
|
Mediator wajib
mendorong para pihak untuk secara
langsung berperan dalam proses mediasi.
|
(3)
|
Apabila dianggap
perlu, mediator dapat melakukan kaukus.
|
(4)
|
Mediator wajib
mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan
mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
|
Pasal 16
Keterlibatan Ahli
(1)
|
Atas persetujuan para
pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli
dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang
dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak.
|
(2)
|
Para pihak harus lebih
dahulu mencapai kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat
dari penjelasan dan atau penilaian seorang ahli.
|
(3)
|
Semua biaya untuk
kepentingan seorang ahli atau lebih dalam proses mediasi ditanggung oleh para
pihak berdasarkan kesepakatan.
|
Pasal 17
Mencapai Kesepakatan
(1)
|
Jika mediasi
menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib
merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh
para pihak dan mediator.
|
(2)
|
Jika dalam proses
mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan
secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
|
(3)
|
Sebelum para pihak
menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian
untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang
tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik.
|
(4)
|
Para pihak wajib
menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk
memberitahukan kesepakatan perdamaian.
|
(5)
|
Para pihak dapat
mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.
|
(6)
|
Jika para pihak
tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian
harus memuat klausula pencabutan
gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai.
|
Pasal 18
Tidak Mencapai
Kesepakatan
(1).
|
Jika setelah batas
waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat
(3), para pihak tidak mampu
menghasilkan kesepakatan atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam
Pasal 15, mediator wajib menyatakan secara tertulis
bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim.
|
(2).
|
Segera setelah
menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai
ketentuan hukum acara yang berlaku.
|
(3)
|
Pada tiap tahapan
pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan
perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan.
|
(4)
|
Upaya perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para
pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang
bersangkutan.
|
Pasal 19
Keterpisahan Mediasi
dari Litigasi
(1)
|
Jika para pihak gagal
mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses
mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan
perkara yang bersangkutan atau perkara lain.
|
(2)
|
Catatan mediator wajib
dimusnahkan.
|
(3)
|
Mediator tidak boleh
diminta menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan.
|
(4)
|
Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata
atas isi kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi.
|
BAB IV
Tempat Penyelenggaraan Mediasi
Pasal 20
Tempat Penyelenggaraan Mediasi
Pasal 20
(1)
|
Mediasi dapat
diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama atau di tempat
lain yang disepakati oleh para pihak.
|
(2)
|
Mediator hakim tidak
boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan.
|
(3)
|
Penyelenggaraan
mediasi di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya.
|
(4)
|
Jika para pihak
memilih penyelenggaraan mediasi di tempat lain, pembiayaan dibebankan kepada
para pihak berdasarkan kesepakatan.
|
BAB V
PERDAMAIAN DI TINGKAT
BANDING, KASASI, DAN PENINJAUAN KEMBALI
Pasal 21
(1)
|
Para pihak, atas
dasar kesepakatan mereka, dapat
menempuh upaya perdamaian terhadap
perkara yang sedang dalam proses
banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang
diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang
perkara itu belum diputus.
|
(2)
|
Kesepakatan para pihak
untuk menempuh perdamaian wajib disampaikan secara tertulis kepada Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili.
|
(3)
|
Ketua Pengadilan
Tingkat Pertama yang mengadili segera memberitahukan kepada Ketua Pengadilan
Tingkat Banding yang berwenang atau Ketua Mahkamah Agung tentang kehendak
para pihak untuk menempuh perdamaian.
|
(4)
|
Jika perkara yang bersangkutan sedang diperiksa di tingkat banding,
kasasi, dan peninjauan kembali majelis hakim pemeriksa di tingkat banding,
kasasi, dan peninjauan kembali wajib menunda
pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama 14 (empat belas) hari
kerja sejak menerima pemberitahuan
tentang kehendak para pihak menempuh
perdamaian.
|
(5)
|
Jika berkas atau
memori banding, kasasi, dan peninjauan kembali belum dikirimkan, Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib menunda pengiriman berkas
atau memori banding, kasasi, dan
peninjauan kembali untuk memberi
kesempatan para pihak mengupayakan
perdamaian.
|
Pasal 22
(1)
|
Upaya perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) berlangsung paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak penyampaian kehendak tertulis para pihak
diterima Ketua Pengadilan Tingkat
Pertama.
|
(2)
|
Upaya perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilaksanakan di pengadilan yang mengadili
perkara tersebut di tingkat pertama atau di tempat lain atas persetujuan para
pihak.
|
(3)
|
Jika para pihak
menghendaki mediator, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan
menunjuk seorang hakim atau lebih untuk menjadi mediator.
|
(4)
|
Mediator sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3), tidak boleh berasal dari majelis hakim yang
memeriksa perkara yang bersangkutan pada Pengadilan Tingkat Pertama,
terkecuali tidak ada hakim lain pada Pengadilan Tingkat Pertama tersebut.
|
(5)
|
Para pihak melalui
Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dapat mengajukan kesepakatan perdamaian
secara tertulis kepada majelis hakim tingkat banding, kasasi, atau peninjauan
kembali untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.
|
(6)
|
Akta perdamaian
ditandatangani oleh majelis hakim banding, kasasi, atau peninjauan kembali
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dicatat dalam
register induk perkara.
|
(7)
|
Dalam hal terjadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) peraturan ini, jika para pihak
mencapai kesepakatan perdamaian yang telah diteliti oleh Ketua Pengadilan
Tingkat Pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tingkat
Pertama dan para pihak menginginkan perdamaian tersebut dikuatkan dalam
bentuk akta perdamaian, berkas dan kesepakatan perdamaian tersebut dikirimkan
ke pengadilan tingkat banding atau Mahkamah Agung.
|
Bab VI
Kesepakatan di Luar
Pengadilan
Pasal 23
(1)
|
Para pihak dengan
bantuan mediator besertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar
pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan kesepakatan
perdamaian tersebut ke pengadilan yang
berwenang untuk memperoleh akta
perdamaian dengan cara mengajukan
gugatan.
|
(2)
|
Pengajuan gugatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus disertai atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan
dokumen-dokumen yang membuktikan ada
hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.
|
(3)
|
Hakim dihadapan para
pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta
perdamaian apabila kesepakatan
perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
|
Bab VII
Pedoman Perilaku
Mediator dan Insentif
Pasal 24
(1)
|
Tiap mediator dalam
menjalankan fungsinya wajib menaati pedoman perilaku mediator
|
(2)
|
Mahkamah Agung menetapkan pedoman perilaku mediator.
|
Pasal 25
(1)
|
Mahkamah Agung menyediakan sarana yang dibutuhkan bagi proses mediasi dan
insentif bagi hakim yang berhasil
menjalankan fungsi mediator.
|
(2)
|
Mahkamah Agung
menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung tentang kriteria keberhasilan hakim dan
insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator.
|
BAB VIII
Penutup
Pasal 26
Penutup
Pasal 26
Dengan berlakunya
Peraturan ini, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan dinyatakan tidak
berlaku.
|
Pasal 27
Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
|
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 31 Juli 2008
KETUA MAHKAMAH AGUNG
BAGIR MANAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar