PENYELESAIAN
PERSELISIHAN PARTAI POLITIK
oleh : Wasis Priyanto
Partai Politik adalah
organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan
negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Seiring berjalan waktu,
dengan perkembangan dinamika kehidupan berbangsa tidak tertutup kemungkinan
anggota partai politik yang sebelumnya tergabung dalam wadah yang sama terjadi
perbedaan pendapat yang meruncing sehingga terjadi perselisiahan. Perselisihan dalam internal partai politik
tentunya harus diselesaikan.
Dalam UU no 2 Tahun 2008 jo
UU no 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik pengertian mengenai “perselisiahan
partai Politik” di kemukakan dalam penjelasan pasal 32 UU no 2 Tahun 2008 jo UU
no 2 Tahun 2011 tersebut. Dalam Penjelasan pasal 32 UU No 2 Tahun 2008 Jo UU no
2 tahun 2011 adalah sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan “perselisihan Partai Politik”
meliputi antara lain:
(1)
perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan;
(2)
pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik;
(3)
pemecatan tanpa alasan yang jelas;
(4)
penyalahgunaan kewenangan;
(5)
pertanggung jawaban keuangan; dan/atau
(6)
keberatan terhadap keputusan Partai Politik.
UU Partai Politik
mengamanatkan perselisiahan partai Politik tersebut diselesaikan terlebih
dahulu melalui mekanisme interen partai berdasarkan AD (Anggaran Dasar)/ ART (Anggaran
Rumah Tangga). UU Partai Politik juga mengamanatkan penyelesaian perselisihan
partai politik melalui Mahkamah Partai politik atau sebutan lain. Susunan mahkamah Partai
Politik atau sebutan lain sebagaimana disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik
kepada Kementerian Hukum dan HAM.
Penyelesaian perselisihan
internal Partai Politik oleh Mahkamah Partai Politik tersebut harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh)
hari dan Putusan
mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang
berkenaan dengan kepengurusan.
Sedangkan Putusan terhadap 5 jenis perselisihan parati politik yang lain
tidak bersifat final dan masih dimungkinkan adanya upaya hukum (vide pasal 32
ayat (5))
Perselisiahan
Partai Politik Kewenangan Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri memiliki
kewenangan menyelesaikan sengketa “perselisihan partai politik “ ketika upaya penyelesaian
perselisihan internal partai politik tidak tercapai. ( vide pasal 33 UU no 2
tahun 2011). Apabila di hubungkan diatas,
Pengadilan Negeri
hanya berwenang memeriksa dan mengadili perkara “perselisihan partai
politik “ yaitu yang berkaitan (1) pelanggaran terhadap hak anggota Partai
Politik; (2) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (3) penyalahgunaan kewenangan; (4)
pertanggung jawaban keuangan; dan/atau (5) keberatan terhadap keputusan Partai
Politik. Karena sebagaimana ketentuan pasal 32 ayat (5) Putusan mahkamah
Partai Politik atau sebutan lain dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan
kepengurusan. bersifat final dan mengikat secara internal
Putusan
pengadilan negeri dalam perkara “perselisihan partai politik” sebagaimana
ketentuan pasal 33 ayat (2) adalah
putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung. Apabila dilihat redaksi UU tersebut bersifat ambigu, disatu sisi menyatakan putusan
Pengadilan Negeri putusan tingkat pertama dan terakhir tetapi masih ditentukan
adanya upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Berarti Putusan Pengadilan Negeri
bukan putusan terakhir karena masih dikenal adanya upaya hukum.
Maksud dari ketentuan pasal
33 Ayat (2) tersebut adalah bahwa Putusan Pengadilan Negeri tentang “perselisihan Partai
politik “ tidak dapat dilakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.
Kata Terakhir dalam ketentuan paasl 33 Ayat (2) adalah kata terakhir dalam
pemeriksaan judex factie.
Pengajuan
gugatan “perselisihan partai Politik” yang belum diselesaikan terlebih dahulu
melalui mekanisme internal partai atau Mahkamah Partai maka gugatan tersebut premature,
Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara tersebut maka Pengadilan menyatakan
gugatan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijk verklaard);
Batas waktu
penyelesaian perkara
Pasal 33 ayat (3) UU no 2
tahun 2011 menyebutkan sebagai berikut :
“Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak
gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah
Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di
kepaniteraan Mahkamah Agung. “
Pengadilan Negeri berdasarkan ketentuan dalam
jangka waktu 60 (enam Puluh) hari harus sudah putus, sejak gugatan perkara
tersebut di daftarkan di kepaniteraan. Aturan diatas sangat sumir dan susah
dalam aplikasi di lapangan. 60 (enam puluh)
hari yang disebutkan di UU tersebut diatas tidak jelas, apakah hari kalender
ataukah hari kerja. Pedoman Pelaksanaan
Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam empat Lingkungan Peradilan BUKU II
edisi 2007 terbitan Mahkamah Agung RI 2009 disebutkan pengertian Hari tersebut
adalah Hari kerja.
Mungkinkah
penyelesaian perkara tersebut 60 Hari kerja sejak di daftarkan? Sedangkan
pemeriksaan perkara ini tidak semua pihak dalam satu wilayah hukum pengadilan,
yang mana Pemanggilan para pihak harus melalui delegasi ke Pengadilan Negeri
dimana wilayah hukum para Pihak. Minimimal
bantuan delegasi perkara adalah selama 2 Minggu. Sidang tidak bisa dilanjutkan
sebelum para pihak dipanggil secara patut ( vide pasal 124 HIR /148Rbg); Waktu 60
(enam Puluh) hari kerja tersebut belum di potong waktu mediasi sebagaimana
amanat dari Perma N0 1 tahun 2008 tentang mediasi. Jadi Idealnya waktu 60 hari penyelesaian adalah
sejak sidang pertama ketika para pihak sudah hadir. Untuk pemeriksaan tingkat
kasasi waktu 30 hari kerja sejak berkas di terima di Mahkamah Agung tidak perlu
ada penafsiran lebih lanjut.
Kesimpulan
Perselisihan Partai Politik adalah sengketa khusus
yang memiliki acara khusus sehingga butuh penangan khusus. Dalam pemeriksaan
perkara hendaknya memperhatikan jangka waktu pembatasan perkara tersebut,
walaupun terhadap pelanggaran waktu tersebut tidak mengakibatkan batal putusan.
cukup bermanfaat :)
BalasHapus