Ketika Dalam Kesulitan.......


Setiap manusia selama dia hidup pastilah ada masalah, Ujian hidup semua pasti mengalami, baik orang jahat atau orang baik, orang kaya atau orang miskin. Ketika menghadapi msalah tersebut, ada yang mengalami kesulitan dan ada juga yang menyelesaikan dengan mudah, bahkan ada yang sangat parah lagi ketika kesulitan atau masalah datang ada yang mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri;

Semua beban hidup tersebut akan selalu bergelayut dalam pikiran, dan semakin banyak dan semakin rumit masalah tentunya akan membuat wajah orang semakin suntuk, pikirannya penat, susah tidur, tidak enak makan dan kadang tidak tahu apa yang akan dilakukam;

Langkah apa yang harus diambil ketika masalah yang banyak begitu mendera, yang pertama adala Selalu buka pikiran untuk mencari solusi yang terbaik. Misalnya berkonsultasi dengan dengan orang bijak, sehingga mendapatkan motivasi hidup dan kecerahan dalam berpikir dan tidak salah dalam bertindak, buanglah segala hal yang memberatkan pikirannmu dengan keluarkan energi positif.

Berkeyakinan bahwa semua masalah selalu ada Jalan keluar, dalam mencari jalan keluar haruslah bersemangat, yakinlah setiap hutan lebat pasti ada tepinya, luasnya lautan pasti ada tepi pantainya. Ketemunya jalan keluar itu tentunya tergantung juga dengan semangat dan usaha dalam menyelesaikan masalah tersebut;

Prioritaskan penyelesaiannya. Buat daftar masalah yang dihadapi dan cobaloah untuk membuat kerangka bagaimana penyelesaiannya, Jangan menyelesaikan masalah dengan membuka masalah baru, selesaikan terlebih dahulu dari masalah yang sederhana baru kemasalah yang berat;

Terus Usaha dan berdoa,
ini adalah tanda orang yang beriman, setelah terus usaha dan berdoa tinggal menunggu janji Tuhan, Tuhan akan selalu mengabulkan doa-doa hambanya, dan Tuhan tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya, dan yang terakhir diingat adalah “SETELAH ADA KESUSAHAN PASTI ADA KEMUDAHAN”

Haruskah Hidup Itu Mengalir Bagaikan Air


Sering sekali kita mendengar ketika orang ditanya bagaimana menjalani hidup, dan mereka menjawab “saya menjalani hidup ini mengalir bagaikan air, santai saja”. Tetapi sebenarnya yang mengatakan seperti itu, tahu tidak filosofi “mengalir bagaikan air”

Kalau mereka memahami “mengalir bagaikan air” itu sebagai “hidup santai” mencerninkan tidak bisa mengisi hidup dan bagaimana mengisi hidup ini berkualitas, Mereka tidak tahu apa potensi dirinya yang telah dikaruniakan oleh Allah Swt.

Marilah kita memahami potensi apa yang ada dalam diri kita, jangan hanya menjadi “pengikut” saja, kita tahu potensi kita makanya kita yang menentukan kita kemana;

Sebagaimana falsafah air tersebut yang mengalir dari hulu ke hilir, dari gunung ke laut, dengan kata lain untuk sampai ketujuan tersebut selalu ada melalu jalan; jalan itu apakah bisa lewat sungai saja, yang jika saat itu hujan besar akan membawa banjir sebagai musibah atau masih harus lewat parit yang harus mengairi tanah sawah petani sehingga ada bermanfaat;

Biar hidup mengalir bagaikan air tentunya kita harus tahu potensi kita, dan juga harus menentukan mau kemana air ini akan mengalir, bahkan kalau bisa kita bisa menentukan arah aliran ini...

UMAR bin KHATHAB Sang Hakim......


Pada saat Abu Bakar menjadi seorang Khalifah, beliau menunjuk seorang Umar Bin Khathab sebagai Hakim Agung yang pertama kali, Penunjukan Seorang Umar sebagai Seorang Hakim Agung adalah yang pertama kalinya, Karena sebelum pemerintahan Abu Bakar yang menentukan segala permasalahan hukum suatu masyarakat Penguasa pda waktu itu;

Mengapa Umar bin Khathab diangkat pertama Kali sebagai hakim, karena Rasulullah mendidik umar dengan Ilmu-ilmu keagamaan dan bagaiamana memahami ilmu-ilmu tersebut dengan benar. Selain Itu Karakter Umar sendiri, Umar adalah sangat memikirkan semua kemungkinan sebelum mengeluarkan pendapat atau keputusan. Keputusan yang diambil menjadi buah kebijaksanaan, keluasan ilmu dan pengetahuan, kecerdasan otaknya dan pengamatan yang sangat teliti terhadap segala permasalahan hidup;

Pada saat Umar Bin Khathab menjadi Hakim, dia Menunjuk orang-orang khusus untuk menduduki posisi hakim dan yang menjadi hakim tidak boleh memegang jabatan lain selain yang berkenaan dengan kehakiman;

Umar Bin Khatab membawa perubahan besar dalam menentukan posisi penegak hukum) lebih berwibawa; Umar memberikan syarat-syarat khusus bagi mereka yang duduk di posisi sebagai penegak hukum. Posisi Penegak hukum tidak boleh ditempati kecuali orang tersebut memiliki 4 (empat) kriteria :
a.Orangnya lembut tetapi tidak lemah;
b.Orangnya Tegas tetapi tidak kasar ;
c.Oranya Irit tetapi tidak pelit, mungkin bisa diartikan dalam bahasa sekarang Hemat;
d.Orangnya Dermawan tetapi tidak berlebihan;


Umar pada saat menjadi Khalifah mengirimkan Surat kepada Pegawai-pegawainnya yang berisi tentang pentunjuk pengangkatan aparat Penegak Hukum :
“ Janganlah kalian menunjuk penegak hukum selain orang-orang kaya dan orang-orang yang memiliki status sosial tinggi dalam masyarakat, karena orang yang kaya tidak akan tergiur dengan harta orang lain, sedangkan orang yang memiliki status sosial tinggi tidak akan takut menghadaoi segala akibat keputusan hukumnya”

UMAR juga memberikan syarat bagi mereka yang duduk di posisi Hakim yaitu harus tegas, harus cekatan dan syarat utamanya adalah sanggup memberikan payung keadilan bagi orang terzalimi. Dia juga dituntut untuk bisa menjaga kewibawaan hukum;
Jika salah satu syarat tidak ada dalam diri Hakim itu, Umar tidak segan-segan memecat orang tersebut, walaupun orang tersebut terkenal sifat kewara’annya ( wara’ adalah sikap hati-hati terhadap hal-hal yang tidak jelas hukumnya atau hal-hal yang bersifat duniawi) dan dalam keilmuannya;

Pernah Suatu ketika, Umar mendengar ada seorang hakim yang didatangi dua orang yang sedang berselisih tentang uang 1 (satu) dinar ( dinar adalah nama mata uang Arab zaman dulu yang terbuat dari emas, yang seberat kira-kira 4,25 gram). Si hakim yang didatangi kedua orang ini yang berselisih, ternyata bukannya memutus hukum siapa yang berhak atas uang dinar tersebut, tetapi di memberikan uang satu dinar dari kantongnya sendiri kepada orang yang menuntut agar dia membatalkan tuntutannya. Mendengar hal tersebut Umar mengirimkan surat kepada hakim tersebut yang isinya “turunlah dari jabatanmu, engkau tidak berhak menjadi hakim”.

Dari kejadian itu, Umar menilai bahwa Hakim tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah persengketaan, jadi sebagai Hakim janganlah menyepelekan atau mengecilkan semua masalah yang diadili;

Umar juga membuat beberapa peraturan yang berkaitan dengan ketentuan hukum, Peraturan-peraturan tersebut, pada kemudian hari ditetapkan menjadi undang-undang kehakiman yang di terapkan dimana saja dan kapan saja.
Beberapa ketentuan tersebut diantaranya sebagai berikut :
1.seorang hakim dilarang memutuskan hukum berdasarkan pengerahuannya saja, hasil praduga atau hasil kira-kira;
2.seseorang dihukum harus ada yang bersaksi atas kejahatannya;
3.seseorang dianggap tidak bersalah sampai ada bukti yang menyatakan dia Bersalah.
Prinsip inilah yang dikenal sekarang ini dengan nama “ASAS PRADUGA TAK BERSALAH”


Umar juga memerintahkan kepada para penegak hukum untuk tidak boleh menerima hadiah dan tidak boleh berbisnis. Hal Tersebut di riwayatkan oleh SYURAIH yang pada saat itu diangkat menjadi Hakim dengan syarat tidak boleh jual-beli atau berbisnis;

Dalam Pembagian zakat, Umar pun dengan melihat perkembangan jaman, sehingga mempertimbangkan sebab dan hikmah dibalik adanya hukum. Umar Melihat jaman telah berubah sedangkan alasan adanya hukum sudah tidak ada lagi maka secara otomatis hukum harus dirubah. Makanya pada saat itu Umar menolak memberikan jatah pemberian zakat kepada orang yang baru masuk islam;

Itulah sekilas cerita tentang umar bin Khathab yang mana cerita tersebut diadaptasi dari Novel yang berjudul “UMAR BIN AL KHATHAB -THE CONQUEROR, karya Abdurrahman Asy Syargawi, Sygma Publishing);

Sekiranya temen-temen yang telah membaca tulisan ini, menanggapi tuliskan di bagian Komentar, semoga komentarnya bisa membangun dan bisa saling nasehat menasehati untuk sesama dalam kebenaran.

Hakim yang Adil


Alkisah, Ali bin Abi Tholib ra, yang saat itu menjabat sebagai khalifah, kehilangan baju besinya yang terjatuh dari kudanya. Saat ia kembali, beliau mendapati seorang Yahudi sedang memegang sebuah baju besi. Karena merasa yakin bahwa itu adalah miliknya, Khalifah meminta baju besi itu. Orang Yahudi itu mempertahankannya.

Setelah berdebat, mereka memutuskan untuk membawa masalah itu ke pengadilan. Waktu itu yang menjabat hakim adalah Syuraih. Karena masih dalam pemerintahan Islam, hakim ini adalah muslim yang diangkat oleh Khalifah Ali sendiri. Akhirnya, mereka menghadap Syuraih. Syuraih mempersilahkan Khalifah untuk duduk dalam posisi lebih tinggi dibandingkan dengan orang Yahudi. Perbedaan tempat duduk ini bukan disebabkan oleh posisi sebagai khalifah, tetapi lebih disebabkan karena sebagai seorang muslim (yang tidak boleh disamakan dengan seorang Yahudi).

Setelah Syuraih menanyakan maksud kedatangannya, Khalifah menjelaskan problem seperti yang diceritakan di muka. Kemudian Syuraih bertanya ke orang Yahudi itu. Orang Yahudi tetap bersikukuh bahwa itu adalah miliknya karena saat ini benda itu benar-benar ada di tangannya.

Karena dalam kasus ini Khalifah bertindak sebagai penuntut, maka Syuraih meminta beliau untuk menghadirkan 2 orang saksi. Dan Khalifah menghadirkan 2 orang yaitu seorang pembantunya dan Hasan (putra Khalifah). Syuraih bisa menerima kesaksian pembantu Khalifah tetapi tidak menerima kesaksian Hasan. Penolakan ini disebabkan oleh hubungan dekat Hasan dengan Khalifah, yaitu sebagai putra.

Karena hanya 1 saksi yang bisa dihadirkan Khalifah, Syuraih memutuskan bahwa orang Yahudi itu yang memenangkan perkara. Syuraih tetap memenangkan orang Yahudi itu meskipun Khalifah adalah saudara muslim, dan meskipun Khalifah adalah orang yang telah mengangkatnya menjadi seorang hakim. Dan Khalifah menerima keputusan itu demi hukum.

Apa yang dilakukan oleh Syuraih sebagai hakim dan Khalifah sebagai pemimpin tertinggi dalam kasus tersebut menunjukkan ajaran Islam dalam masalah hukum dan keadilan. Bahwa keadilan tidak memandang hubungan kekerabatan maupun hubungan agama. Bahwa keadilan juga tidak memandang kedudukan, pangkat, dan jabatan. Semua orang memiliki kesamaan kedudukan di dalam hukum.

Rasulullah SAW juga sudah mengajarkan keadilan ini, lewat salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari ra, yang bunyinya "Seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, tentu akan aku potong tangannya".

Keadilan yang ditunjukkan oleh Syuraih dan Khalifah membuat kisah di atas berakhir dengan manis. Orang Yahudi itu - yang memenangkan perkara lewat seorang hakim muslim, di negara muslim, dan tidak tanggung-tanggung melawan kepala negara muslim itu sendiri - akhirnya masuk Islam. Dan dia mengaku bahwa memang baju besi itu adalah milik Khalifah yang ia temukan di jalan. Belum habis di situ. Khalifah yang tahu bahwa orang Yahudi itu khirnya masuk Islam, beliau malahan menghadiahkan baju besi yang sudah dikembalikan itu. Subhanallah....

semoga kisah/cerita itu bisa diambil hikmahnya untuk orang yang menjalankan tugas sebagai HAKIM. dimana tidak takut pada penguasa dan tetap berpegang teguh pada prinsip seorang yang mengaku memiliki hak harus membuktikan haknya,,,biar dia seorang penguasa pun....

(tulisan ini diadaptasi dari Note dari Facebook saudari Andriyani Masyitoh,)

CARA MEMBUAT SURAT KUASA

SURAT KUASA Oleh : Wasis Priyanto Ditulis saat tugas Di Pengadilan Negeri Ungaran KabSemarang Penggunaan surat kuasa saat in...