PANTASKAH KITA MENGELUH?

Akhir pekan yang lalu saya menonton sebuah tayangan berita siang di salah satu stasiun televisi swasta nasional. Mereka mengangkat berita tentang komunitas penyandang penyakit tallasemia, penyakit keganjilan pada sel darah manusia, sehingga mengakibatkan kondisi fisik bisa melemah dan mengharuskan mereka yang positif terkena untuk secara rutin setiap bulan melakukan transfusi darah sebagai upaya untuk bertahan hidup. Saya tertegun seketika, saat mendengar reportase-nya dan menonton banyak sekali anak-anak yang diantar oleh orang tuanya ke rumah sakit untuk menjalani proses transfusi darah sebagai salah satu agenda wajib keluarga yang harus dilakukan. Dan, tanpa saya sadari, air mata saya mengalir pelan di pipi saat menyaksikan dua kejadian yang mengharukan dan sangat menyentuh saya. Kejadian pertama yaitu seorang ibu menuturkan cobaan yang ditanggungnya saat ini, dimana dia punya 2 orang anak dan kedua-duanya menderita penyakit tallasemia. Dan kejadian kedua, seorang perempuan muda (kalau tidak salah bernama shinta) tengah bernyanyi bersama rekan-rekannya, layaknya sebagai seorang penyanyi professional meskipun dia dihinggapi penyakit tallasemia. Setelah bernyanyi dia diwawancarai, rupanya dia sedang hamil dan berharap bayinya nanti tidak ikut terkena penyakit tallasemia pula.

Tahukah Anda bahwa mereka ini setiap hari berhadapan dengan teka-teka besar, apakah usianya, usia anaknya bisa berlanjut atau tidak?. Konon, besar sekali resiko mereka yang positif terkena penyakit tallasemia ini, mereka tidak bisa menduga berapa lama lagi mereka bisa diperkenankan hidup dan mencicipi indahnya dunia ini. Sang ibu yang memiliki dua anak pengidap tallasemia hanya bisa pasrah, berserah diri kepada Tuhan sambil bertanya kapan kesembuhan itu bakal datang?. Bahkan dia tidak pernah memperhitungkan lagi berapa besar biaya yang sudah dikeluarkan untuk transfusi darah setiap bulannya bagi kedua anak tercintanya. Sang calon ibu (Shinta) malah nekat untuk segera menikah walaupun dengan resiko melahirkan yang sangat tinggi, hanya karena ingin memaksimalkan kegiatan dan ikhtiar semasa hidupnya, guna ada keturunan akan akan meneruskan mimpi dan cita-cita kehidupannya. Singkat kata, tiap hari mereka harus menghadapi cobaan berat itu, dan setiap hari pula mereka harus mencoba menghibur diri, membesarkan hati untuk beraktivitas layaknya manusia biasa yang tak kena penyakit serius seperti mereka. Mereka berjuang menghadapi penyakit, mereka berusaha menyiapkan dana yang besar untuk transfusi dan mereka pun punya keterbatasan dalam gerakan dan aktivitas, walau mereka punya cita-cita dan keinginan yang sama besarnya dengan orang lain yang normal. Dari raut muka mereka terpancar sinar keikhlasan, semangat dan pikiran positif dalam menjalani kehidupan yang telah ditakdirkan oleh Sang Maha Pencipta.

Sementara itu, di luar sana banyak sekali manusia yang terlahir dengan kondisi normal bahkan nyaris sempurna secara fisik dan kesehatan (mungkin termasuk Anda dan saya juga?), kita saksikan banyak sekali mereka mengeluh dan tidak puas dengan apa yang mereka dapatkan saat ini. Sang istri sering tidak puas dengan suami atau dengan pendapatan yang dibawa oleh suami pulang ke rumah, sebaliknya suami sering mengeluh akan keberadaan istri yang telah dinikahinya. Orang tua pusing dan geleng-geleng kepala atas prestasi akademik anaknya yang tidak sesuai dengan harapannya. Seorang staf di perusahaan memilih tidak berangkat kerja karena merasa sudah malas dan tidak punya motivasi karena tidak puas dengan kompensasi yang diberikan oleh perusahaannya. Pasangan muda-mudi sering berpisah dan gagal di tengah jalan karena masih tidak puas dengan orang yang direncanakannya untuk menjadi pendamping hidupnya. Pedagang tidak puas dengan hasil jualannya hari ini. Intinya, kita sering terjebak dalam ketidakpuasan dan sering memikirkan tentang apa yang kita tidak miliki. Dan, kita tidak pernah fokus kepada apa yang telah kita miliki.

Andai saja Anda menonton tayangan yang saya sebutkan tadi, pantaskah kita yang sekarang diberikan sehat dan kelengkapan fisik ini untuk mengeluh?.

Salam Positif,
Walneg S. Jas-Motivator Keluarga Indonesia
sumber : Klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CARA MEMBUAT SURAT KUASA

SURAT KUASA Oleh : Wasis Priyanto Ditulis saat tugas Di Pengadilan Negeri Ungaran KabSemarang Penggunaan surat kuasa saat in...