PENEGAKAN
HUKUM UNTUK SIAPA
Wasis priyanto
Penegakan hukum seharusnya bukan lah
sebuah cerita dalam sebuah drama, sinetron atau film. Penegakan hukum bukan
berdasarkan pada penulis scenario ataupun berdasarkan arahan seorang sutradara.
Tapi penegakan hukum harus tanpa pandang bulu, tanpa melihat status seseorang
sebagaimana simbol dewi keadilan yang digambarkan seorang gadis dengan membawa
pedang dengan mata tertutup
Banyak adagium-adagium yang dibuat
sehubungan penegakan hukum khususnya di Indonesia. Dimana adagium-adagium
tersebut sebuah kritik yang pedas dalam penegakan hukum. Salah satunya adalah
yang mengatakan bahwa penegakan hukum
itu seperti Jaring laba-laba, dimana jika binatang kecil lewat
pasti terjerat, tetapi jika gajah yang lewat hancurlan jarring tersebut. Penegakan hukum juga diibaratkan sebagai Pisau yang tajam
ke bawah tetapi tumpul ke atas. Penegakan hukum begitu
menakutkan buat orang kelas bawah, tetapi tidak terasa jangkauannya untuk orang-orang
kelas atas.
Pengejawantahan dalam bentuk adagium
itu memang ada dasarnya. Banyak kasus orang kecil kaum kelas bawah yang bisa
dikatakan “sepele” namun segera diproses oleh aparat penegak hukum. Berikut ini
beberapa kasus orang kecil kaum kelas bawah yang diproses yang dikutip dari
detik.com. :
1.
Kasus
6 Piring
Rasminah
dijebloskan Polsek Ciputat, Tangerang ke bilik penjara selama 130 hari. Dia
dituduh mencuri 6 piring pada Juni 2010 atas laporan majikannya, Siti Aisyah
Soekarnoputri. Oleh PN Tangerang, Rasminah diputus bebas.
Tapi di tingkat kasasi, Rasminah dihukum 130 hari penjara. Hukuman ini seakan-akan disesuaikan dengan lamanya masa tahanan yang telah dirasakan oleh Rasminah tersebut.
Tapi di tingkat kasasi, Rasminah dihukum 130 hari penjara. Hukuman ini seakan-akan disesuaikan dengan lamanya masa tahanan yang telah dirasakan oleh Rasminah tersebut.
2.
Kasus
Segenggam Merica
Seorang kakek di
Sinjai, Sulawesi Selatan, Rawi (66), mendekam di penjara selama 85 hari. Oleh
pengadilan setempat, dia dihukum mencuri segenggam merica yang harganya hanya
bernilai ribuan rupiah saja. Anehnya, lamanya hukuman pidana disesuaikan dengan
lamanya tahanan yaitu 85 hari.
3.
Kasus
Setangkai Bunga
Anak yatim piatu
yang masih sekolah, FN (16) sempat merasakan dinginnya bilik penjara selama 40
hari. Saat disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Soe, Timor Tengah Selatan, dia
dituntut 2 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan tuduhan mencuri
8 bunga adenium milik orang tua angkatnya, Sonya Ully.
Akhir Januari
2012, FN divonis bebas karena tidak terbukti mencuri.
4.
Kasus
Jambret Uang Rp 1.000,-
Polisi Denpasar
menjebloskan ke penjara bocah usia 15 tahun, DW, karena dituduh menjambret
sebesar seribu perak. Belakangan, PN Denpasar memvonis bocah DW (15) bersalah.
Dia dikembalikan ke orang tuanya.
Dengan putusan
tersebut, DW tak akan menjalani hukuman penjara pasca putusan tersebut. Putusan
hakim ini lebih ringan dari tuntutan JPU Ni Wayan Erawati Susina selama tujuh
bulan penjara.
5.
Kasus
Voucher Rp 10 ribu
Anak SMP yang
dituduh mencuri voucher pulsa Rp 10 ribu, DS (14) akhirnya divonis bebas oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Namun sayang dia sempat merasakan
dinginnya sel penjara Rutan Pondok Bambu.
6.
Kasus
1 Pohon Jati
Rosidi mengambil sisa pohon
jati yang ditebang dan dibiarkan terbengkalai di hutan pada 5 November 2011.
Tetapi 4 bulan setelah itu dia malah ditangkap dan dipenjara.
Akibat tuduhan tersebut, Rosidi meringkuk di penjara sejak tertangkap, yakni 22 Februari 2012. Rosidi didakwa pasal 50 ayat 3 UU No 41/1999 tentang Kehutanan. Ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara serta denda maksimal Rp 5 miliar. Rosidi masih meringkuk di penjara Rutan Kendal, Jawa Tengah hingga sekarang.
Akibat tuduhan tersebut, Rosidi meringkuk di penjara sejak tertangkap, yakni 22 Februari 2012. Rosidi didakwa pasal 50 ayat 3 UU No 41/1999 tentang Kehutanan. Ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara serta denda maksimal Rp 5 miliar. Rosidi masih meringkuk di penjara Rutan Kendal, Jawa Tengah hingga sekarang.
Bandingkan dengan penegakan hukum
untuk orang yang berkuasa, ataupun orang kelas atas, ambil sajalah dalam hal
ini kasus korupsi. Untuk melakukan proses penangkapan atau penahanan begitu
susahnya. Sebut sajalah kasus Nazarudin, Kasus Nunun Nurbaeti bagaimana
susahnya untuk ditangkap. Kasus Angelina Sondakh yang mana setelah ditetapkan
sebagai tersangka untuk menunggu itungan bulan untuk tersangka tersebut untuk
ditahan.
Dari sample kasus diatas, ternyata
masih menyisakan banyak pertanyaan. Apakah hanya pihak itu saja yang berperan
dan yang bisa dimintai pertanggung jawaban pidana. Masyarakat yang mengikuti
persidangan melihat fakta yang terungkap persidangan masih ada pihak lain yang
mestinya tersangkut tapi ternyata masih aman berkeliaran diluar. Seperti kasus
pajak dengan Terdakwa Gayus Tambunan yang dinyatakan bersalah menerima suap
pajak, namun sampai sekarang belum pernah diajukan kedepan persidangan siapakah
penyuapnya.
Kenapa Ada Perbedaan
Perbedaan penegakan hukum untuk orang
kecil kaum kelas bawah sangat berbeda dengan penegakan hukum untuk oran besar
dan kaum kelas atas ini ada beberapa penyebabnya yang diantaranya sebagai
berikut:
1.
Jenis Tindak Pidana dan Proses
Pembuktian
Jenis tindak pidana
yang dilakukan oleh orang kecil kaum kelas bawah rata-rata yang berkaitan
dengan tindak pidana yang diatur dalam KUHP, sedangkan untuk orang kelas atas
tindak pidana bukan lagi diatur dalam KUHP. Jenis tindak pidana tersebut berimplikasi pada
proses pembuktian, semakin komplek tindak pidana semakin susah untuk pembuktian,
demikian sebaliknya semakin mudah tindak pidana semakin ringan pembuktiannya.
2.
Proses Tindak Pidana.
Orang kelas atas yang
melakukan tindak pidana rata-rata berpendidikan dan mengerti tentang hukum. Bahkan
lebih parahnya mengetahui celah-celah hukum. Dengan tingkat pengetahuan yang
cukup tinggi tersebut pelaku tindak pidana sudah berupaya sedemikian rupa untuk
menutupi tindak pidananya dengan rapi dimana seolah-olah bukan tindak pidana. Upaya
menutupi tindak pidana tersebut bukan hanya caranya juga dengan berpayung
aturan hukum yang berlaku. Selain itu tindak pidana orang atas dilakukan
bersama-sama atau lebih dari satu orang.
3.
Intervensi pihak lain.
Tindak pidana yang dilakukan oleh
kaum elit orang kelas atas yang dilakukan secara bersama-sama ini lah yang
rawan intervensi. Apalagi kaum kelas atas tersebut sebagai pemegang kekuasaan. Jika
tertangkap salah satu, bisa di artikan dialah akan jadi korban untuk menutupi
rekan yang lain. intervensi yang kelihatan dan dapat dirasakan dalam proses
penyidikan dan penuntutan.
Asas
semua orang sama di hadapan hukum sudah selayaknya benar-benar diterapkan,
bukan hanya sebuah slogan kosong. Perlakuan sama didepan hukum berimplikasi
pada persamaan dalam proses penegakan hukum. proses penegakan hukum bukan untuk
orang kecil tetapi untuk semua orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar