TENTANG SIDANG TILANG DI
PENGADILAN
Oleh : Wasis Priyanto
Ditulis saat Bertugas Di Pengadilan Negeri Ungaran Kab Semarang
KUHAP mengatur mengenai pemeriksaan perkara cepat yaitu untuk perkara tindak
Pidana Ringan (Tipiring) dan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas. Tindak
pidana Lalu lintas inilah yang dimasyarakat dikenal dengan istilah Tilang, dan
persidanganpun dikenal dengan sidang tilang. Dan untuk memudahkan pemahaman
kepada masyarakat, dalam tulisan ini tetap akan menyebut dengan istilah SIDANG
TILANG;
Mahkamah
Agung pada tanggal 09 Desember 2016 mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) no 12 tahun 2016 tentang
Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas. Perma Ini Diundangkan
pada tanggal 16 Desember 2016 dan tercatat dalam Barita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 nomor 1921, Perma ini terdiri dari 7 Bab dan 13 Pasal.
Dengan berlakuknya Perma ini maka berlaku era baru cara penanganan persidangan
Pelanggaran Lalu Lintas;
Mahkamah
Agung mengeluarkan perma ini karena selama ini menilai Penanganan dan
penyelesaian perkara lalu Lintas (tilang) tidak berjalan optimal, sehingga
perlu dilakukan pengaturan agar keadilan dan pelayanan publik dapat dirasakan
oleh masyarakat pencari keadilan. Apabila pernah ke Pengadilan untuk sidang tilang,
pasti mendapati untuk sidang tilang, datang dan menunggu waktu yag cukup lama,
dan proses pemeriksaan persidangan dan selanjutnya putusan. Untuk pelanggar
yang tidak hadir, perkara diputus diluar hadirnya pelanggar (verstek)
dengan denda yang lebih besar daripada yang ikut sidang. Belum lagi
adanya calo-calo yang menjadi perantara untuk mengambilkan tilang. Itulah
sederet permasalahan didalam Penanganan perkara lalu lintas, dimana Mahkamah
Agung mencoba untuk memperbaiki pelayanan sehingga bisa tercipta pelayanan yang
memuaskan para pihak;
Ruang Lingkup Perma no 12 tahun 2016
Pelanggaran
Lalu lintas yang diputus oleh pengadilan Menurut perma ini adalah pelanggaran
yang dimaksud sebagaimana dalam pasal 316 ayat (1) Undang-Undang (UU) nomor 22tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu
meliputi pelanggaran Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal
281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal
288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295,
Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302,
Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, dalam UU
tersebut.
Dalam
Perma ini juga menyatakan secara jelas, perkara pelanggaran yang tidak
diperiksa dan diputus berdasarakan perma ini antara lain pelangaran berkaitan
dengan Pasal sebagai berikut :
1.
Pasal 274 Ayat (1) dan (2)
Pasal ini mengatur mengenai pelanggaran terhadap perbuatab merusak fungsi
jalan dan fungsi perlengkapan jalan. Adapun bunyi pasalnya sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan
kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(2)
Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan perbuatan
yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).
2.
Pasal 275 Ayat (1)
Pasal ini berkaitan dengan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi
Rambu lalu lintas, dan lebih jelasnya ini bunyi pasalnya
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan
gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat
pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua
ratus lima puluh ribu rupiah).
3. Pasal
309
Pasal ini berkaitan dengan kewajiban asuransi, dan lebih jelasnya ini bunyi
pasalnya
Setiap
orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya untuk
penggantian kerugian yang diderita oleh Penumpang, pengirim
barang, atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
atau denda paling banyak Rp1.500.000,00
(satu juta lima ratus ribu rupiah)
4.
Pasal 313.
Pasal ini juga masih berkaitan dengan kewajiban asuransi, dan lebih
jelasnya ini bunyi pasalnya
Setiap
orang yang tidak mengasuransikan awak Kendaraan dan penumpangnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 237 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu
rupiah).
Pemeriksaan Persidangan
Untuk Sidang tilang di Pengadilan dilakukan paling sedikit 1(satu) kali 1 (satu) minggu dan diputus pada hari itu
juga. Untuk pengadilan Tertentu yang mendapatkan berkas pelanggaran banyak
sidang dimungkinkan lebih dari satu kali dalam seminggu, dan pada hakekatnya
pada hari itu sidang dan pada hari itu diputuskan;
Pengadilan
menerima pelimpahan berkas perkara lalu lintas/berkas tilang dari penyidik
dalam waktu 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan persidangan. Pelimpahan itu disertai
dengan surat pengantar dan daftar pelanggaran lalu lintas yang berupa dokumen
cetak dan dokumen elektronik; Dalam surat pengantar dan daftar pengantar pelanggaran
lalu lintas mencakup daftar pelanggar, jenis pelanggaran, barang bukti waktu
dan tempat penindakan pelanggaran, catatan khusus mengenai pelanggar dan nama
kesatuan penyidik yang melakukan penindakan. semua dokumen tersebut
diverifikasi oleh petugas pengadilan.
2 (dua)
hari sebelum pelaksanaan sidang, Ketua Pengadilan sudah ditunjuk Hakim dan
Panitera sudah menunjuk Panitera Pengganti yang menyidangkan perkara tersebut,
dan setelah ditunjuk berkas perkara pelanggaran lalu lintas/berkas tilang diserahkan
kepada Panitera Pengganti untuk dikeluarkan Penetapan/Putusan denda oleh Hakim;
Pada Hari
sidang yang ditentukan pada pukul 08.00 Waktu setempat Hakim membuka sidang
memutus perkara lalu lintas tersebut. Hakim mengeluarkan penetapan/putusan yang
berisi besaran denda. Penetapan/Putusan Denda diumumkan melalui Laman resmi
website, atau papan pengumuman Pengadilan pada hari itu juga. Selain itu Di
Kantor kejaksaan juga akan pasang besaran denda tersebut;
Kehadiran Pelanggar
Pasal 4
perma ini menegaskan “ Perkara
pelanggaran lalu lintas yang diputus oleh pengadilan dapat dilakukan tanpa
hadirnya Pelanggar”. Dalam pasal 4 ini menggunakan kata “dapat’ sehingga
kehadiran pelanggar bukan suatu kewajiban. Bandingkan dengan pasal 7 ayat (1)
Perma ini yang menyebutkan “Hakim yang
ditunjuk membuka sidang dan memutus semua perkara tanpa hadirnya pelanggar”.
Pasal 4
ini menegasakan apabila sidang pelanggaran lalu lintas/sidang tilang dapat dilakukan dengan hadirnya Pelanggar dan
tanpa hadirnya pelanggar. Jika diputus tanpa hadirnya pelanggar, pelanggar
dapat mengajukan perlawanan sehingga pada saat sidang pelanggaran lalu
lintas/sidang tilang selanjutnya atas perlawaan pelanggar dilakukan dengan
hadirnya pelanggar.
Pada pasal
7 ayat (1) perma ini menegasakan pada saat saat Hakim membuka sidang dan
memutus perkara lalu lintas (perkara tilang) dilakukan tanpa hadirnya
pelanggar. Dengan kata lain. Sidang
tilang diputus tanpa hadirnya pelanggar. Pasal 7 ayat (4) perma ini menegaskan “ bagi yang keberatan denbgan adanya
Penetapan/putusan perampasan kemerdekaan dapat mengajukan perlawanan pada hari
itu juga”. Maksud putusan perampasan
kemerdekaan adalah si pelanggar dijatuhi pidana Kurungan. Ini berarti apabila
dalam perkara pelanggaran lalu lintas/perkara Tilang, Hakim menjatuhkan pidana
berupa parampasan kemerdekaan, dan Pelanggar keberatan atau tidak menerima
putusan tersebut, Maka upaya Hukumnya adalah mengajukan Perlawanan pada hari
itu juga;
Bagaimana
aturan dalam KUHAP, bisa dilihat dalam pasal 214 KUHAP. Pasal 214 ayat (1)
mengatur pelanggar atau wakilnya tidak hadir pemeriksaan perkara dilanjutkan,
dan diayat (2) nya menentukan putusan diucapkan diluar hadirnya
terdakwa/pelanggar, dan amar putusan wajib diberitahukan kepada terpidana. Dari
ketentuan KUHAP tersebut menentukan bahwa perkara pelanggaran lalu lintas/perkara
tilang dapat diputus diluar hadirnya terdakwa/pelanggar.
KUHAP
juga mengatur upaya hukum terhadap putusan diluar hadirnya Terdakwa/pelanggar.
Pasal 214 ayat (4) menegasakan “dalam hal
putusan dijatuhkan diluar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana
perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan upaya hukum perlawanan’. KUHAP
dengan terang mengatur upaya hukum atas putusan yang berupa perampasan kemerdekaan yang
dijatuhkan diluar hadirnya Terdakwa/pelanggar yaitu perlawanan. Dengan demikian
upaya hukum yang diatur dan Perma nomor 12 tahun 2016 dan KUHAP adalah sama.
Perlawanan
yang diajukan oleh Terdakwa/pelanggar tersebut, membatalkan putusan sebelumnya,
dan Hakim memeriksa kembali berkas perkara pelanggaran lalu lintas/berkas
tilang. Dalam pemeriksaan tersebut Hakim dapat menjatuhkan putusan denda atau
tetap berupa perampasan kemerdekaan. Apabila Putusannya tetap berupa perampasan
kemerdekaan (pidana kurungan), Terdakwa/pelanggar masih dapat mengajukan upaya
hukum Banding. Hal ini sebagaiman diatur dalam pasal 214 ayat(8) KUHAP;
Keberatan atas Pidana Denda
Putusan
pidana denda yang dijatuhkan atas perkara pelanggaran lalu lintas/perkara
Tilang belum tentu semua diterima oleh pelanggar. Tentu ada yang merasa dirugikan
atau keberatan atas pidana yang dijatuhkan tersebut. Keberatannya bisa mengenai
Jumlah denda yang harus dibayar atau memang si Pelanggar merasa tidak bersalah
atas tuduhan atau sangkaan yang dibuat penyidik dalam berkas perkaranya. Untuk orang
yang merasa tidak bersalah, berharap berkas pelanggarannya diperiksa
dipersidangan oleh Hakim.
Bagaimana
jika Pelanggar ingin mengikuti sidang, karena tidak merasa bersalah atas sangkaan/tuduhan
dalam perkara pelanggaran lalu lintas/perkara tilang, tetapi pada saat sampai
di pengadilan sudah diputus dengan pidana denda. Masih bisakah mengajukan upaya
hukum perlawanan;
Perma
nomor 12 tahun 2016 tidak mengatur upaya hukum berkaitan dengan keberatan
terhadap pidana denda yang dijatuhkan. Namun demikian apakah dengan tidak
diatur berati menjadi tidak boleh,
Dalam hal
ini penulis berpendapat jika tidak diberi kesempatan upaya hukum perlawanan untuk
pelanggar yang keberatan atas putusan denda, ini berarti semua yang didakwa
melalukan pelanggaran lalu lintas atau orang yang ditilang sudah dianggap
bersalah, dan tinggal menunggu vonis putusan dari Hakim. Dengan demikian
melanggar azas praduga tak bersalah ( presumption
of innocence).
Sebagai perbandingan
dalam pemeriksaan perkara dengan acara Biasa. Dalam Pasal 183 KUHAP menentukan
bahwa “Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya“.
Aparat
hukum juga manusia, pasti adalah salah dan lupa, tidak semuanya menjalankan
tugas sebagaimana mestinya, ada satu atau dua oknum yang menggunakan kekuasaan
atau kewenangan yang melampaui batas, tidak terkecuali dalam penegakan hukum
dalam pelanggaran lalu lintas. Masyarakat yang menjadi korban dari perilaku
aparat penegak hukum di lalu lintas yang
menyalahgunakan kekuasaan/kewenangannya atau yang bertindak tidak profesional
tentunya masyarakat harus dilindungi.
Penulis
berpendapat terhadap masyarakat yang keberatan atas pidana denda yang
dijatuhkan tanpa hadirnya pelanggar/terdakwa dapat mengajukan perlawanan.
Pengadilan harus menerima upaya hukum dari Pelanggar/Terdakwa tersebut, dan
Hakim menyidangkan kembali perkaranya. Pengadilan adalah lembaga untuk mencari
keadilan sudah seharusnya menjatuhkan putusan dengan mendengar dari pihak yang
berperkara. Walaupun perma tidak mengaturnya, Hakim harus membuat hukum untuk
menemukan suatu keadilan;
Pembayaran Denda dan Pengambilan Barang Bukti
Pengadilan sudah tidak menerima
pembayaran dan penyerahan barang bukti, Pelanggar dapat mengambil barang bukti tilang (yang meliputi STNK, SIM, Buku KIR) di kantor kejaksaan pada hari itu juga
atau lain waktu setelah membayar denda sesuai putusan pengadilan.Pembayaran
bisa dilakukan secara tunai atau elektronik ke rekening kejaksaan. Bahkan
apabila ada layanannya bisa menggunakan transfer Atm, Mobile Banking lebih
efektifkan. Tunjukan bukti pembayaran dan ambil barang buktinya;
Jika
kemudian hari melakukan pelanggaran lalu lintas dan ada tindakan dari aparat
penegak hukum, untuk pengambilan barang bukti sudah tidak perlu lagi datang ke pengadilan untuk ambil tilang.
Walaupun dalam surat tilang yg dibuat penyidik untuk datang ke kantor pengadilan. Barang bukti Tilang (STNK/SIM dll) bisa langsung diambil di KANTOR
KEJAKSAAN... bukan lagi di pengadilan. Kalau membayar tunai, LIHAT BERAPA DENDANYA, dan BAYAR SESUAI DENDANYA. Diambil
kapanpun denda tetap sama. Jangan mau membayar lebih dari denda dan
ongkos perkara sebagaimana putusan.
Ada beberapa pengadilan yg menggunakan
fasilitas atau aplikasi SMS Info Perkara. Manfaatkan aplikasi tersebut untuk
mengetahui besarnya denda tilang. Jadi tidak perlu datang ke pengadilan
untuk melihat berapa dendanya. Atau buka website pengadilan. Sudah tertera di
website besarnya putusannya.
Begitu mudah
mengakses masalah tilang, Masihkan mengurusnya LEWAT CALO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar