PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PEMBELI TANAH BERSERTIFIKAT
Kasus Posisi :
- Kasus Berawal dari perikatan Jual beli antara Terdakwa TW sebagai Pembeli atas nama PT MR dengan DM sebagai penjual Atas nama PT IWU atas tanah kaveling seluas ± 19.210 m2 yang terletak di suatu Komplek berdasarkan 21 sertifikat HGB dan sebidang tanah seluas ± 4.565 m2 berdasarkan 6 sertifikat HGB;
- Pembeli telah membayar lunas harga yang disepakai dalam 3 termin, yang pertama Rp 2 Milyar yang dibayar dengan 4 cek bank, kedua Rp 15.595.695.237,- dan ketiga Rp 15.595.695.238;
- PT IWU belakangan mengklaim mengkalim kepada Terdakwa TW terdapat kekurangan pembayaran atas tanah seluas ± 276, 34 m2 hal tersebut sesuai dengan pemberitahuan surat No 075/Dirut/IWAI/MDD/2008 tertanggal 11 Nov 2008 selanjutnya atas pemberitahuan tersebut, terdakwa TW telah membayar uang sejumlah Rp 251.563.275,-, tetapi PT IWU melalui DM tidak mau menerima dan mengembalikan uang tersebut dan kemudian membekukan rekening banknya;
- Adapun sebab musababnya terjadi selisih luas tersebut di karenakan data, keterangan-keterangan pada waktu pembuatan Akta Pengikatan diri untuk melakukan jual beli no 165 tanggal 27 Juni 2008 di hadapan Notaris SS kurang lengkap dan tidak cermat diberikan oleh DM sebagai penjual;
- Kasus Ini oleh DM dilaporkan ke penyidik kasus memberikan keterangan palsu dalam suatu akat otentik atau pemalsuan Surat dan selanjutnya Terdakwa di ajukan kedepan persidangan oleh jaksa penuntut umum dengan Dakwaan subsidairitas yaitu Primair pasal 266 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana subsidair pasal 263 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana;
- Dalam Pemeriksaan persidangan tingkat pertama, Pengadilan Negeri menyatakan Terdakwa TW bersalah ‘turut serta menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam suatu akta autentik” dan dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun, atas putusan Tersebut baik Penasehat Hukum Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum Banding;
- Bahwa pada Pengadilan tingkat banding Terdakwa TW di nyatakan bersalah “turut serta menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam suatu akta autentik” dan dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun dan 6 Bulan. atas putusan Tersebut baik Penasehat Hukum Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi;
- Di Tingkat Mahkamah Agung menjatuhkan putusan dalam nomor perkara 2007 K/PID/2010 tanggal 16 Desember 2010 yang pada pokoknya “menyatakan terdakwa TW terbukti melakukan perbuatan yang didakwakannya, tetapi perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana” sehingga Terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan dan dipulihkan hak terdakwa dlm kemampuan, kedudukan dan harkat dan martabatnya;
Pertimbangan Mahkamah Agung;
Berdasarkan putusan
tersebut Mahkamah Agung ternyata melepaskan terdakwa dari segala tuntutana
penuntut umum (onslag van recht vervolging) dengan
pertimbangan sebagai berikut :
-
Terdakwa
sebagai pembeli telah membayar lunas harga tanah-tanah objek jual-beli;
-
Adanya
selisih luas tanah yang dilunasi oleh Terdakwa hal itu disebabkan karena
data-data keterangan-keterangan pada waktu pembuatan Akta Pengikatan diri untuk
melakukan jual beli di hadapan Notaris kurang lengkap dan tidak cermat
diberikan oleh DM sebagai penjual;
- Bahwa
hubungan hukum antara terdakwa TW dengan DM sebagai pembeli dan penjual, dan karenanya tindakan Terdakwa adalah bukan
merupakan tindak pidana, namun telah masuk tindakan perdata karenanya jika
dikemudian hari terdapat dalam jual beli tersebut termasuk adanya perbedaan
luas tanah yang dibeli oleh Terdakwa dan kemudian dikuasainya adalah termasuk
sengketa kepemilikan yang masuk ranah hukum perdata dengan penyelesaian melalui
gugatan perdata;
Abtrak hukum dari Putusan Mahkamah Agung
- Pembelian Tanah bersertifikat yang dilakukan secara sah di hadapan PPAT menurut hukum harus memperoleh perlindungan Hukum;
- Prestasi para pihak, baik dari pihak pembeli yang telah membayar seluruh harga sesuai perjanjian maupun dari pihak penjual yang telah menyerahkan tanah berserta seluruh sertifikatnya adalah sah, sedangkan apabila dalam realisasinya terdapat selisih luas tanah adalah merupakan sengketa kepemilikan yang harus diselesaikan secara keperdataan;
- Dasar hukum yang digunakan dalam perkara tersebut adalah sengketa kepemilikan masuk ranah hukum perdata bukan menjadi pelanggaran pidana (tindak pidana);
Sumber : majalah VARIA PERADILAN , Majalah Hukum Tahunan
XXVII no 316 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar